Kamis, 31 Juli 2008

Sajak-Sajak Imamuddin SA

KEGILAAN

ia yang singgah di ini mayapada
melayang lewat kegilaan angan
menembus batas pandangan;
tak teraba, tak terasa
hanya kau sendiri penggurat asmaranya
demi lelakon masa

kegilaan
merayap lelembahan
mengawan hamparan waktu; tak tersapa waktu
masih kau sendiri yang merdu berlagu
dalam puitika laku

ia yang berdiri bersama kesungsangan angan
mengeja jejak bayangan,
menyapa diri sendiri
mengenal yang sejati;
hai………

Kendalkemlagi, 2005



SURAT MISTERI

membeber kepala
di selembar kurma dan kulit domba
melukis inti, sesaat terkecup syairnya
bersama lembar suci samudra
hanyutkan tanah di mushaf kudus semesta

sungguh jemari telah bersetubuh
di hening cuaca
sejak nafas menari dalam tanah
hingga menjenguk fajar di wajah senja

namun segalanya terbias maya;
mata memutih di tengah langkah
terkarang misteri wajah
bagai kompas bayang-bayang nyata

Kendalkemlagi, 2005



DI BALIK PERAPIAN

nada-nada itu………
masih terpetik merdunya;
melodi pembawa kaki berlari
mengejar matahari
hingga singgah di pesisir nadi
demi menjenguk istanah terkasih

hai………
kembaramu tak seujung hayalmu
ia sedegup jantungmu
namun menembus ruang dan waktu
mengapa kau terus melayang,
meliarkan angan;
kembalilah
sebab ia terbangun di balik perapian

Kendalkemlagi, 2005



ARUNG

arung membawanya di pelupuk mata
buta
sebab terjatuh di pelukan musa
di balik jubah teratai khidzirnya

ia yang mendewakan imajinya
mengutuk segala ruh cahaya
mencengkram kesejatian tanda
sendiri terluka

Kendalkemlagi, 2005



KEPAK SAYAP MERPATI

batu kemunafikan masih berdiri
di tanah imaji
mengibar elegi merpati sinai yang berlari
ke puncak golgota
bermain yoga di pusaran goa

sungguh, wewangi kamboja
tak menyelimut hakekatnya
ia hanya hijrah
dari batas maya menapak nyata
pun masih menari di buih udara
menelusup rongga-rongga
di kuncup daun wilis kasihnya
dan hanya kumpulan tanah menggali tanah
kembali di hening dzatnya

Kendalkemlagi, 2005

Sajak-Sajak S Yoga

JARAN GOYANG*

mantraku terbang bersama malam bernafsu
adakah yang tak akan goyah karena goda dan rayu
telah kusiapkan uba rampe guna menjebakmu

bunga mawar, kenanga dan kantil
agar engkau selalu terpikat dan kintil
wahai kekasih berelok rupa di singgasana kekal

apakah artinya cahaya wajahmu
bila tak bisa kupandang dan kusayang selalu
hanya bayangan melayang di batas angan dan tabu

bila tak kutemukan sukmamu dalam diri
hanyalah topeng hidup yang kupakai dan kubingkai
tak terwujud kesejatian hidup yang abadi

telah lama kugiring agar semua arwah merayumu
yang tak sudi kupinang karena membenciku
kini kupastikan engkau semakin dekat dengan apiku

yang selalu kunyalakan dengan birahi berbulu
agar harum tubuh menakjubkan rohmu
hingga hati luluh melihat doa malamku

bunga bunga yang mekar dalam hati
pernah kukhidmati di bening telaga mati
wajahmu menjadi murka tanpa cahaya berseri

ingin kugoyang rindang pohon malam para penyamun
yang memayungi semua kegelapan
agar runtuh dan menciptakan cahaya bulan

kau pulang dengan perasaan cemas dan gamang
karena rindu di rumah ada yang hilang
burung hantu telah menyingkir ke kali kuning

anjing malam tak menyalak tunduk ke semak
melihatku dalam ujud buruk merangkak rangkak
menebar benih rajah kesumat di hati yang berjarak

demi cintaku yang purba dan berkabut
apalah artinya kesesatan sesaat yang pucat
bila kebahagiaan yang akan kujumpa lebih nikmat

apalah artinya kegelapan yang menyekap aurat
bila titik terang yang kuduga mudah kudapat
agar jasadmu dapat kuharap dan kujerat

dengan lidi lanang dari surga
yang besarnya tak seberapa
buat kenangan dan kesenangan selamanya

yang abadi di dalam hati dan tak mungkin luput
telah kupilih buah pinang yang kuning langsat
mengingatkanku pada buah kuldi keramat

dengan mayang muda yang mekar dan merak ati
agar tempatmu bertahta menjadi marak keindahan abadi
karena telah kukirim bunga aneka warna nan suci

namun rajah menyerpih kembali bersama kabut
berduyun duyun mengetok pintu hati yang kusut
agar aku tunduk padamu wahai kabut yang kalut

padahal asap dapur telah kumatikan agar tak lewat
tinggal nyala damar di sentong yang mulai larut
doa doa dan ajimat pun kembali tanpa kalimat

dibawa kabar goyah dan kemaruk
dibawa hasrat bergejolak yang remuk
membuat hati luka dan duka berkecamuk

adakah kebahagiaan datang bila selalu dipaksa
ataukah kebahagiaan datang tanpa diminta
bersabarlah demi rasa kalbu nan murni berlaksa

duhai dzat yang agung yang bertahta di altar
datanglah tanpa diundang pergi tanpa diantar
karena kasihmu lebih tinggi dari kasihku yang samar.

2007
*Mantra untuk memikat kekasih.



API

sudah kuduga kau tak akan mampu
menyaingiku dalam menyihir waktu
kesementaraan pernah kulahap
dalam mimpi purbani yang lengkap

apakah kau akan masuk dalam nerakaku
sebelum kereta malam membakarmu
dalam pengalaman binal dan janggal
yang menguar dari apimu yang banal

sudah waktunya memikirkan apa
yang pernah terlupa
mengingat kerinduan mana
yang pernah terseka

dalam lukisanmu yang berapi
bagai dijilati kesunyian yang abadi
bara telah kuhidupi
dalam gairah perjalanan nurani

hingga darahmu bergolak bagai dukana
mengingatkanku pada masa remaja lagi
yang tak pernah kuduga sebelumnya
kalau engkau ternyata liar dan lapar berahi

malam malammu menjelajahi hutan mimpi
tak berpeta dan sesekali menyesatkan akal budi
apiku telah kau pinjam berulangkali
agar hidupmu terang kembali

namun hujan dan angin
selalu memadamkan
sebelum sampai ke rumah sepi
padahal telah kunasihati

masukkan ke dalam bilik hati
agar panasnya tak lagi
membakar tubuhmu yang rapuh oleh waktu.



TUNGKU

bukan api yang membuat duka
juga bukan kayu yang menjadikan harapan
hanya abu yang membuat sedih
perpisahan menjadi kesunyian abadi
pernah kuminta agar tubuhku sirna
sebelum api menjilat dan membakar
hingga kematian tak pernah nyata
meski ada dan datang menjemput
hanya keikhlasan yang menjadi tembok
sebelum kata kata pedih yang terucap
asap hanya membuatku membumbung
karena itu bila aku mati
biarkan jasadku di bawah pohon gayam
hingga musnah dimakan waktu
kengerian dalam perjalanan ini
bukan membuatmu takut mati
hanya doa doa malam yang akan
mengantarkan diri selamat melewati
di tungku perapian kau akan hangat
dan merasa betah meski di luar udara dingin
dan kabut siap menjemput bersama malaikat kecil
bukan tubuh yang kekal namun jiwa yang tetap
tubuh hanya tanah yang dibentuk serupa lubang
hingga kau bisa masuk sebelum dibakar api
hingga abu menjadi perjanjian terakhir
sebelum diriku sirna

2007



ABU

bukan mula dan juga bukan akhir
kehadiranku hanya karena janji
yang selalu memohon agar aku
mengabadikan yang tak abadi
kesunyian bukan yang kuminta
namun takdir dan hakikat waktu
yang melahirkan bagai kesunyian
dan meminta agar selalu membimbing
bagi mereka yang tersesat dan putus asa
bukan kematian yang kuharapkan agar
diri hadir menemui namun kelahiran
sebelum kau memulai perjalanan maya
pepohonan telah kuminta untuk mendoakan
agar tubuh tak mudah terbakar api
bukan keinginan untuk menjebak
agar tubuh kelak menjadi diri yang rapuh
yang setia menekuni kesepian
dan membuat doa doa langit kembali
agar raga sempurna sebelum menghadap
pasrahkan diri seperti kayu
yang meluruhkan nafsu
yang pernah menguasai
dan menjeratnya ke lubang dalam
hanya keikhlasan yang akan membawa ketabahan
karena undanganku tak mungkin kau tolak
kuyakinkan lagi bahwa tubuh bukan abu sebenarnya
hanya penyamaran yang sempurna di dunia
agar engkau tak takut menghadapku

2007



HIKAYAT ULAR

kudengar nada lirih
yang terukur berkesiur
dan bergetar di dalam dada

di dalam dada ada damar
menyala terang di sulur pohon poplar
di bawah pohon poplar
ada ular melingkar
di akar yang kekar
konon terusir dari surga
ketika menjaga pohon kuldi keramat

adam dan hawa telah membujuknya
untuk memetik buah terlarang
karena manusialah yang berakal
sang ular hanya mengikuti naluri
dengan kata kata bijak
ia telah mengingatkan agar selalu tafakur

dengan mata yang nanar
adam yang berwajah pupur
melempar takdir
ke sisik sisik tubuh sang ular
hingga ia undur terjatuh ke lumpur
yang tergenang di dalam dada
hingga di dada tumbuh pohon amarah
yang tercipta dari nafsu dan kelenjar nanah

setelah memetik buah harapan
sang adam membawa anggur kebahagiaan
menuju altar hawa yang girang
ia sedang membuat catatan harian
tentang kisah sang ular
yang menjebak dan merayu samar
agar ia nyidam buah terlarang
agar adam bersedia memetikkan
dan memakan buah hasrat berdua

di nadir dan tabir ini
sang ular membongkar kitab lamur
ia duduk di puncak kenangan
dengan melingkarkan ekor masa lalunya
agar amar tuhan dapat tercipta
saat kau menafsir sebuah mitos
tentang manusia yang jatuh ke bumi

2007

Sajak-Sajak Budhi Setyawan

ODE PENYAIR LUKA

akulah
penyair luka
terlahir dari darah nanah

kutawarkan rintih duka kepada samudera
untuk kutukar dengan: ombak ganas

Rabu, 30 Juli 2008

Sajak-Sajak Herry Lamongan

Sinyal Seratus Hari

dengan segala kereta
siang mengeluh di rel penuh peluh
engkau antar tilas luka itu
melampaui seratus hari
dan seratus hari lagi
kota-kota semakin panas mengeras
suara-suara lepas menimbun benih sajak-sajakku

masih di sana stasiun
masih pula sinyal, palang pintu, dan papan nama
tapi jam tak menunggumu di peron
hanya jejak tangan yang pernah lambai
sebutir air mata
dan cinta yang berantakan di lantai

kita seperti telah berjumpa
tapi pukul berapa engkau menangis
apakah yang hendak pulih, sayangku
kecuali robek air oleh gugur sebutir batu
kita selalu tiba pada suasana lebih jauh
daripada tempat-tempat yang pernah kita singgahi

berlalu
tanpa ada yang minta
kita kembali

2007



Sebuah Ujung

inikah laut jawa
di ujung paling timur pulau
dimana pernah sidapaksa
menyebabkan sungai wangi
setelah menikam itu tubuh

ia baringkan umur di air
ia tengadahkan darah di muara

inikah legenda
dari pamor keris paling perih,
seorang patih pernah melukis luka
ke itu tubuh

ia jenazahkan cuaca
ia kekalkan dendang senyap istriku

2007



Catatan Penat

sekolom lesung mengirim sayap pipitmu
naik dokar menjelang siang
ia masih meringkuk, barangkali tertidur
semilir puting beliung
membelaimu sejak berangkat

kusir itu dengan dasi bercorak papan catur
berhenti tepat di gerbang muka rumahku
menurunkan bebanmu,
kelepakmu yang penat

tapi siapa telah membopongmu?
kudapati engkau masih pejam
saat sampai di serambi sajak-sajakku

sekusir debat
sia-sia memanggil senyummu

tak ada yang menggendongmu
tak ada tajuk puisi di suatu koran pagi

2007



Kabar Laut

laut telah pasang
menangisi bengis waktu di teritis
pantai-pantaimu
tak akan diam hiruk tangan
hingga merah setiap mata
terbenam
tercabik-cabik dalam kubangan

laut akhirnya pulang ke pulau
berkunjung ke rumah-rumah di bumi tanpa daun
tanpa akar
pada saat kita kagum pada bingkai zaman
seperti kagum mawar pandangi wangi tubuhnya
depan cermin
padahal usia pasti layu
alum oleh gugup ombak tumpah

dan kita tak pernah bisa menambalnya
menyulamnya barang sejengkal lagi

bila laut terus tidur di sini
tak mau balik ke tempatnya bersila
kita akan berdesakan
mengagumi peta terhapus pelan-pelan
mungkin sambil pucat
menimba sisa waktu yang koyak di ujung kata-kata

2007



Purnama Langit Losari

Gerit pintu lepas dari selarak
Seakan tangan bahkan dendang
membiarku tiba ke kampung halamanmu
ke bening nafas purnama Losarimu

Latar berjejal-jejal
Kata-kata hanya desis yang tenggelam

Sajak-sajak bersila
Mengaji wadah rengat sayup-sayup
juz demi juz
Seperti koor yang monoton

Tapi daun-daun tak gugur hingga tengah malam
Sekalian wajah melukis hayat
sekalian embun hinggap pelahan
Bertasbih
seperti gigil bertasbih pada tubuh-tubuh
yang hikmat mengeja kalam

Padang makhsyar dalam pengertian
diterjemahkan Losari semalaman
tatkala samodra umat teduh mewirid
lailatul mubarokah
Aku saksikan isyarah suratmu
dan tetes pijar purnama
berkedip memanjat ubun
Menggali sukma cintamu di relung benakku

Gegas yang utuh
Denyut jantung sejamaah detak nadi
hening dalam dzikir bersama alam
Seperti Arofah ketika wukuf

Malam Losarimu
menghidupi kemarau bermusim-musim
Membasuh setiap ruhani
yang rindu wangi musyahadah

Ploso, 28 September 2007

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae