Rabu, 11 Maret 2009

Sajak-Sajak Agus R. Sarjono

pikiran-rakyat.com
 
The Rock of Sadness
 
Aku pun bagai kibaran bendera dari negeri-negeri
yang gugup untuk merdeka. Perempuanku, dengan nanar
kupandangi wajahmu, keabadian yang terkoyak
oleh lenganku yang lancung. Gemetar nadiku
menghitung tahun-tahun bersamamu. Hari-hari bunga
hari-hari air mata, hari-hari kesenduan dan gelak tawa
yang memutihkan rambut kita berdua. Betapa aku tahu
tak ada rumah rindu selain ringkih tubuhmu. Tak ada
tempat pulang selain lapang senyummu.
Dari gelisah hutan dan debu jalanan; bising klakson
metropolitan dan pasar-pasar, keringatku menjelma
asap yang mengotori udara dari pengembaraanku
yang gamang karena saat senyummu menjadi air mata
aku tahu pintu dan jendela menujumu telah tiada.
Aku pun mengerti, jika saat itu tiba, meski kugali-gali peta
dalam diri, kucari-cari pintu dalam kalbu, sesungguhnya
tak bakal kutemui lagi namaku di semua alamat semesta.
 
 
 
Tea on the Rock
 
Kenangan padamu bagai butiran es
mengambang dalam segelas teh tawar.
Dan rambut malam tergerai menyergap bulan
yang tersipu di seprai cakrawala. Kuseduh
teh hangat keemasan: manis dan kental.
Namun selalu saja butiran-butiran es menjelma
di dalamnya, berenang-renang seperti kenangan,
melarutkan tubuhku ke dalam tubuhmu
yang kekal. Kenangan padamu
membuat lautan menjadi teh tawar
dan ikan-ikan menjelma butiran es berlarian
kian kemari dalam nadiku. Hari-hari kita yang jingga
melambaikan tangannya dari jauhan
luput dari genggaman. Aku pun harus membuka kembali
kitab-kitab sejarah dari abad-abad silam
kadang mengembara ke gua-gua
mengeja rajah-rajah purba di sana
untuk menemukan kembali degup rindumu,
kudus senyummu, rinai tawamu,
hangat pelukmu, yang baru kemarin berlalu.
“Dan manakala sejarah menggemakan kembali
malam-malam asmara, cinta pun menjelma
menjadi butiran-butiran es
yang meleleh di sela-sela jemari
menetes pada tawar hari-hari
yang mengigaukan namamu tak henti-henti.
 
 
 
Malam Kota, Rambutmu
 
Engkau datang dalam hidupku bagai gempa
mengirimkan runtuhan kota ke tenteram kalbuku.
Sejak itu jiwaku darurat selalu, bergegas membangun
tenda-tenda sepanjang jalan yang sesak oleh erangan
pilu, erangan rindu. Kita pun membangun kota baru
dengan tiang-tiang malam. Kau baringkan di sana
segala lukamu tempat lenganku melebar
memperban isak tangismu. Setiap matahari terbit
aku beringsut, kembali menjadi warga kota yang lain.
Baru jika lampu-lampu di sana menyala dengan kegelapan
aku berlayar diam-diam di sungai-sungai
yang mengalir oleh geraian rambutmu. Dan lautmu
yang menggenang beribu tahun mulai berombak
kembali kala perahuku mencapai bandar itu.
Hampir-hampir saja kota itu menjelma sebuah negeri baru
ketika seribu matahari tiba-tiba memanggang kota baru
yang kita bangun dari tiang-tiang malam hingga menguap
jadi bayang-bayang. Sungai-sungai mengering
memangkas rambutmu. Lalu engkau pun pergi
dari hidupku bagaikan gempa meninggalkan
hamparan puing sepanjang kota siang,
sepanjang kota malam. Di jantungku masih tertinggal
kartu warga dari sebuah kota yang perlahan sirna.
 
 
 
Pada Bulan Sabit Tubuhmu
 
Di puncak ombak bulan sabit tubuhmu
mengambang di danau malam. Aku termangu
bagai penyair hariku, gemetar
melukis erang cintamu. Maka kutulis sajak-sajak
kasmaran di hamparan geraian rambutmu.
Sejak pertama kita bertemu, saat tendangan
cerlang matamu melumpuhkan sekujur nadiku
akulah pemburu buruanmu. Pancing yang tertangkap ikan
di dasar lautan. Kaulah tiram
yang mengubah air mata menjadi mutiara.
 
Di puncak rindu bulan sabit tubuhmu
berdemonstrasi di sekujur nadiku,
meneriakkan yel-yel percumbuan.
Bagai tiran atau pemilik pabrik yang gugup
aku berlari dari hotel ke hotel untuk bisa lelap
tapi setiap ranjang menjelma handphone
yang berdering-dering memanggili namamu.
 
Di puncak malam bulan sabit tubuhmu
berlayar di angkasa raya. Bintang-bintang
menulis puisi di selembar jiwaku
hingga meriap sajak-sajak yang tak bisa dituliskan
tak bisa dibacakan. Hanya halus dengkurmu
yang mampu mendaraskan sajak-sajak itu
dalam kekudusan yang sempurna.
 
***

http://sastra-indonesia.com/2009/03/sajak-sajak-agus-r-sarjono/

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae